Ilmu Sosial dan Kehidupan
Gerakan Nahdlatul Wathan untuk Agama Negara dan Bangsa
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
A. Pendahuluan
Pendidikan
dan peningkatan kesadaran adalah langkah awal penting dalam gerakan organisasi
dalam mencapai tujuan. Gerakan rakyat yang menginginkan kemerdekaan misalnya.
Rakyat perlu memahami hak-hak mereka, sejarah penjajahan atau penindasan, dan
mengapa kemerdekaan diperlukan. Gerakan kemerdekaan sering kali membutuhkan
partisipasi yang luas dari rakyat. Membentuk kelompok, organisasi, atau koalisi
yang berkomitmen untuk kemerdekaan adalah langkah penting. gerakan
kemerdekaan sering kali berlangsung dalam konteks yang kompleks dan seringkali
panjang. Strategi yang dipilih akan bervariasi sesuai dengan situasi dan tujuan
yang ingin dicapai. Keberhasilan gerakan kemerdekaan tergantung pada berbagai
faktor, termasuk dukungan rakyat, diplomasi, dan kemampuan untuk memobilisasi
sumber daya.
Nahdlatul
Wathan adalah organisasi kemasyarakatan yang berbekal iman taqwa yang bergerak
di bidang pendidikan, sosial dan Dakwah,[1]
mengambil peran penting dalam mewujudkan kemerdekaan bangsa dengan tujuan
merdeka seutuhnya dari penjajah dan merdeka hakikatnya dari kebodohan akan ilmu
pengetahuan.
Dalam
mengimplementasikan kemerdekan dari penjajah Nahdlatul Wathan menjadikan
madrasah sebagi basis atau markas perjuangan, tempat menyusun rencana gerakan
melawan penjajahan. Hal ini tidak terlepas dari semangat nasionalis yang di
miliki pendirinya yakni Tuang Guru Kiyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.
Bukti dari gerakan ini adalah berdirinya Taman Makam Pahlawan Rinjani yang ada
di Kelurahan Pancor-Kecamatan Selong-Lombok Timur-NTB. Lalu setelah mengambil
bagian darimemperjuangkan kemerdekaan Nahdlatul Wathan juga tidak tinggal diam
dan mengambil gerakan merdeka dari ilmu pengetahuan. Hal ini terrealisasikan
dengan pendirian Madrasah sebagai basis atau markas kegiatan belajar mengajar
untuk menghidupkan ilmu pengetahuan.
Hal
inilah yang membuat saya kiranya ingin membahas makalah tentang Gerakan Dakwah
Nahdlatul Wathan yang juga tidak lekang kaitannya dengan kemampuan manajerial
pendirinya dan nilai dakwah Islami yang dalam dengan semangat berislam dan
bernegara. Keduanya tidak bisa di pisahkan Artinya Agama dan Negara di
posisikan dalam satu tarikan nafas, yakni membangun agama berarti juga
membangun Negara, begitu juga sebaliknya.[2]
Pemikiran
pada tubuh Nahdlatu Wathan tentang tarikan satu nafas Agama dan Negara ini
tidak terlepas dari pengalam pendirinya yang notebenenya pernah menjabat
sebagai pejabat Negara yakni anggota konstituante pada periode 1955-1959, hasil
Pemilihan Umum (Pemilu) pertama pada tahun 1955. Dan menjalan keseharian
sebagai da’i keliling sampai ahir hidupnya dan pengajar di madrasah yang beliau
dirikan. Artinya Nahdlatul Wathan tidak akan terlepas berperan dari dunia
politik atas dasar pemikiran ini.
Agama bukan sekedar ibadah
Puasa sembahyang di atas sajadah
Tapi agama mencakup akidah
Mencakup syari’ah mencakup hukumah[3]
B.
Istilah
Nama Nahdlatul Wathan dan Latarbelakangnya
Nahdlatul
Wathan dalam tinjauan bahasa berasal dari dua kata bahasa Arab yaitu al-Nahdah dan al-Watan. al-Nahdah
berarti kebangkitan. Sedangkan al-Watan
berarti tanah air. Sehingga dapat diartikan secara keseluruhan bahwa Nahdlatul
Wathan adalah kebangkitan Tanah Air. Sedangkan menurut
istilah Nahdlatul Wathan adalah organisasi keagamaan dan kemasyarakatan Islam
beraqidah Ahlussunnah wal jama’ah, Ala Mazhabil Imamy Syafi’i ra., yang
bergerak dalam bidang pendidikan, sosial, dan dakwah Islamiyah.[4]
Lambang
organisasi Nahdlatul Wathan adalah “Bulan Bintang Bersinar Lima” dengan warna
gambar putih dan warna dasar hijau. Adapun arti dan falsafah lambang organisasi
Nahdlatul Wathan adalah : 1). Bulan melambangkan Islam, 2). Bintang
melambangkan Iman dan Taqwa, 3). Sinar Lima melambang kan Rukun Islam, 4).
Warna gambar dan tulisan putih melambangkan Ikhlas dan Istiqomah, 5). Warna
dasar hijau melambangkan Selamat Bahagia Dunia Akhirat. Nahdlatul Wathan
sebagai organisasi keagamaan dan kemasyarakatn berazaskan Islam menurut aqidah
Ahlussunnah Wal Jamaah ala Mazhabil Imam Syafii. Dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, Nahdlatul Wathan berpedoman pada Pancasila dan UUD 45.[5]

Istilah
Nahdlatul Wathan sendiri pada mulanya mengalami proses diskusi antara Tuan Guru
M. Zainuddin Abd. Madjid dengan gurunya, Syaikh Hasan al-Masyat.[6]
Sewaktu Tuan Guru M. Zainuddin Abd. Madjid hendak mendirikan jam'iyyah, ia
memohon restu gurunya dan meminta pertimbangan nama. Tuan Guru M. Zainuddin
Abd. Madjid mengajukan nama Nahdlatul Wathan dengan dasar pemikiran background
historis masyarakat Lombok dan umumnya nusantara pada waktu itu dalam proses
perjuangan kemerdekaan. Kondisi keterpurukan inilah yang harus dibangkitkan.
Oleh gurunya Syaikh Hasan al-Masysyat, mengusulkan nama Nahdah al-din al-Islam li al-Watan atau Nahdah al-Islam li al-Watan. Tuan Guru M. Zainuddin Abd. Madjid
menegaskan nama Nahdlatul Wathan sebagai pilihan ideal, mengingat relevansi
perjuangan yang lebih bernuansa kebangsaan. Akhirnya, Syaikh Hasan al Masysyat
menyetujui nama tersebut dengan catatan bahwa berapapun nama tidak sepesifik
menyebut Islam sebagai label utama, tetapi dalam visi dan misi perjuangan
organisasi tersebut harus menjadikan agama sebagai basis perjuangan yang utama.
Dengan
banyak Madrasah / Sekolah yang tumbuh sebagai Cabang dari Madrasah NWDI &
NBDI[7]
khususnya di Pulau Lombok Nusa Tenggara terasalah adanya kesulitan untuk
membina dan mengurus serta memeliharanya. Pertumbuhannya meliputi beberapa
Daerah dan Kabupaten, dan terasa pula perlunya suatu wadah pembina dam penerus
yang berfungsi untuk melanjutkan. Bertitik tolak atas kesadaran sebagian besar
masyarakat dan simpati yang kelihatan semakin meningkat dan semakin besar yang
dibuktikan dengan pertubuhan dan perkebangan perguruan Agama yang cukup
menggembirakan sehingga pada tahun ajaran 1952 /1953 kedua Madrasah NWDI &
NBDI sudah mempunyai Cabang sebanyak 66 buah Madrasah / Sekolah. Kepesatan
pertumbuhan Madrasah / Sekolah tersebut, yang terbesar di Daerah Nusa Tenggara,
adalah merupakan motief yang mendorong berdirinya suatu badan (Organisasi)
yangt berfungsi mengkordinir, membina dan memelihara semua kegiatan Sekolah.
Wadah pendidikam sosial da'wa tersebut bernana " Nahdlatul Wathan "
dan disingkat NW. Nahdatul Wathan adalah suatu Organisasi yang bergerak dalam
bidang pendidikan dan sosial, berdasarkan islam.Nama orgaganisasi ini di ambil
dari suatu lembaga perguruan lembaga NWDI yang didirikan oleh K.H.M.Zainuddin
Abdul Majid sebagai induknya. Organisasi Nahdlatul Wathon (NW) didirikan pada
tg, 15 jumadil akhir 1372 H bersamaan dengan tgl, 1 maret 1953 M di Pancor,[8]
kecamatan selong kabupaten Lombok timur, dengan Akte Notaris no.48 yang diperbuat
untuk pertama kalinya dihadapan pembantu jabatan sekertaris daerah Lombok
Hendrik Alexander Malada sebagai notaris di Mataram.
History penamaan organisasi keislaman terbesar di NTB ini dapat di simpulkan setidaknya ada dua faktor besar di belakangnya, yakni untuk mengkoordinir semangat keislaman (melalui Madrasah) dan semangat kebangsaan (gerakan persatuan). Dua hal ini banyak di sampaikan dalam kata pengantar banyak buku karangan pendiri NW. “Semogalah Indonesia dari Sabang sampai Marauke, menjadi Negara yang tenang-aman, penuh dengan kemakmuran dan keadilan. Sehingga pemuda di dalamnya bisa melaksanakan bakat dan bidang mereka masing-masing. Oleh karena itu, mari teguhkanlah NW !!, perjuangkanlah NW !!” ini di sampaikan dalam sambutan Kiyai HAMZANWADI dalam cuplikan nasihat kepada seluruh Murid sebelum mengumandakan bersama isi wasiat oleh Tim Wasiat.[9]
C.
Visi,
Misi dan Tujuan Nahdlatul Wathan
Visi
NW “Terwujudnya Nahdlatul Wathan sebagai organisasi yang maju serta
perhidmatannya berkembang dan berkualitas, adapun misinya adalah:
1) Melaksanakan
penataan dan pengembangan manajemen organisasi.
2) Me
aksanakan pemantapan aqidah.
3) Melaksanakan
pengembangan dan pening katan pelayanan Jemaah.
4) Melaksanakan
pengembangan sumber pendanaan.
5) Membangun
jaringan kerjasama.
Tujuan
NW adalah “Liillai Kalimatillah Waizzil
Islam Wal Muslimin dalam rangka mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat serta ikut membela dan mempertahankan bangsa dan Negara
kesatuan Republik Indonesia”. Usaha untuk mewujudkan tujuannya, Nahdlatul
Wathan bergerak dalam bidang pendidikan, sosial, dakwah Islamiyah sebagai
berikut :
1. Menyelenggarakan
pendidikan dan pengajaran melalui pondok pesantren, madrasah dan sekolah dalam
seluruh jenjang pendidikan serta pengembangan kebudayaan yang sesuai dengan
ajaran Islam untuk menciptakan insan yang beriman dan bertaqwa, berahlaqul
karimah, berpengetahuan luas dan terampil, serta berguna bagi agama, bangsa dan
Negara.
2. Menyelenggarakan
kegiatan layanan dan bantuan sosial terhadap anak yatim piatu, pakir miskin dan
anggota masyarakat yang menyandang masalah-masalah sosial maupun kesehatan
serta mengusahakan kegiatan-kegiatan yang bersifat kemanusiaan.
3. Menyelenggarakan
kegiatan keagamaan dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar, meningkatkan ukhuwah
Nahdliyah, ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathoniyah, 9 dan ukhuwah insaniyah serta
memelihara dan menyebarkan ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jamaah ala Mazhabil
Imamy Syafii RA.
Susunan
Pengurus Besar (PB) pertama NW yakni masa bakti 1953-1958:
1. Ketua
Umum : TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid
2. Wakil
Ketua : H. M. Yusi Muhsin Aminulloh
3. Sekjen : H. Abdul Qodir Ma’arif
4. Wasekjend : H. Moh. Bushairi
5. Bendahara : Tuan Guru M. Saleh Yahya
6. Wabend : Tuan Guru Alimuddin[10]
Pengurus
di bawahnya di sebuat Pengurus Wilayah (PW) lingkup provinsi. Kemudian Pengurus
Daerah (PD) lingkup kabupaten. Kemudian Pengurus Cabang (PC) lingkup kecamatan.
Kemudian Pengurus Anak Cabang (PAC) lingkup desa. Dan yang terakhir adalah
Ranting yakni pengurus paling bawah. Kemudian pergantian pengurus memakai
istilah Muktamar 1, 2 dan selanjutnya yang pada awal menggunakan masa jabatan
selama 3 tahun.
D.
NWDI
dan NBDI
Pendiri
Nahdlatul Wathan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid menjadi salah satu murid
dari madrasah tertua di kota Makkah yakni Madrasah Al-Saulatiyah. Sebelum
mendirikan Nahdlatul Wathan, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid yang baru
pulang dari Makkah mulai mengajar dan mendirikan pesantren yang dinamai Al-Mujahidin pada tahun 1934 M.[11]
yang kemudian inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya madrasah-madrasah dan
dengan lahirnya pesantren Al-Mujahidin ini menjadi titik awal perjuangan sampai
berdirinya ormas keagamaan terbesar di Nusa Tenggara Barat yaitu Nahdlatul
Wathan.
TGKH
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid di usia muda sudah mendapatkan kepercayaan
masyarakat menjadi pelita dan penerang di tengah gelapnya ketidak fahaman
masyarakat akan tujuan hidup mereka diciptakan sebenarnya. Masyarakat di
desanya mengangkatnya menjadi imam dan khatib shalat Jumat di Masjid jami’
Attaqwa Pancor yang menjadi Sentral kegiatan keagamaan yang ada di wilayah
Pancor Lombok Timur saat itu. TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid kala itu
dikenal sebagai anak muda Yang alim memiliki keilmuan, serta semangat juang
tinggi maka tidak heran Masyarakat kemudian memberikan gelar dengan sebutan
Tuan Guru Bajang atau Tuan Guru Muda.
Tiga
tahun setelah pulang dari Makkah, tepatnya 22 Agustus 1937, TGKH Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid mendirikan madrasah berbasis kelasikal. Madrasah ini
memiliki jenjang pendidikan, tidak seperti majelis pengajian biasa. TGKH
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah
Islamiah (NWDI). NWDI ini khusus didirikan untuk para santri laki-laki.
Kemudian dua tahun sebelum kemerdekaan, tepatnya 21 April 1943, TGKH Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid kembali mendirikan madrasah bernama Nahdlatul Banat
Diniyah Islamiah (NBDI). NBDI dibuat khusus menerima murid dari kalangan
perempuan. NWDI dan NBDI tercatat sebagai dua madrasah yang pertama kali berdiri
di Lombok dengan sistem pengajaran klasikal dan pelopor pendidikan Islam Modern
di NTB.[12]
Seiring
berjalannya waktu, cabang-cabang dari madrasah NWDI dan NBDI berkembang sangat
pesat. Madrasah-madrasah cabang itu didirikan oleh alumni madrasah NWDI dan NBDI.
Baik itu merupakan perintah langsung oleh TGKH.M. Zainuddin Abdul Majid atau
inisiatif sendiri dengan persetujuan Maulana Syaikh. Tahun 1952 tercatat sudah
ada 66 madrasah yang didirikan oleh para alumni NWDI dan NBDI. Supaya lebih
mudah dalam mengkordinasikan madrasah-madrasah tersebut, tanggal 1 Maret 1953,
TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan ormas keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan
dakwah Islamiyah. Sekaligus sebagai wadah pemersatu Madrasah yang telah
tersebar dan tempat bernaungnya madrasah NWDI dan NBDI. Kedua madrasah ini
merupakan madrasah induk di bawah naungan Nahdlathul Wathan.
Oleh
pendirinya TGKH.M. Zainuddin Abdul Majid Madrasah NWDI dan NBDI diberi nama
“DWI TUNGGAL PANTANG TANGGAL”.[13]
Artinya dua dasar yang tidak akan pernah sirna. Yakni NWDI dan NBDI sebagai dua
Madrasah akar dari seluruh cabang madrasah-madrasah baru yang lahir di bawah
naungan dan manajemen organisasi NW. dalam syair’ gubahan TGKH. M. Zainuddin
yang berjudul Nahdotain yang memacu
kaum laki-laki selalu setia dalam langkah, setia dalam sumpah, dan setia dalam
gerakan perjuangan. Dan pelengkap dari itu ada kaum wanita yang dipacu untuk
tetap sedia. Sedia membantu, sedia mendorong, dan sedia dalam gerakan
perjuangan, sesuai titah NW untuk menegakkan kalimat Alloh, kejayaan islam dan
kaum muslimin.
Nahdlatul Wathan setia
Nahdlatul Banat sedia
Ngurasang batur si'pidem
Nde'ne ngase leat kelem (2x)
Bangsaku pacu beguru
Kaumku Sasak bejulu
Bangsaku ndak te bemudi
Pete sangu jelo mudi (2x)
Ilmu agama begune
Doe bande nde' ne gune
Nde'ne perlu bangsa-bangsa
Mun agama nde' te rase (2x).
Kemudian NWDI melahirkan lulusan
pertamanya tahun 1941[14]
dan NBDI pada tahun 1949. Para lulusan tersebut ada yang melanjutkan ke jenjang
pendidikan lebih tinggi dan ada pula kembali ke masyarakat untuk mengamalkan
ilmu yang sudah dipelajari selama menimba ilmu di NWDI dan NBDI sebagai wujud
pengabdian. Diantara mereka yang terjun ke masyarakat ada yang mendirikan
cabang madrasah NWDI dan NBDI, banyak pula yang aktif mengadakan dakwah dan
pengajian umum melalui majlis-majlis taklim baik di masjid maupun di tempat-tempat
lain, utamanya di pedesaan.
Sehingga pada tahun 1952 telah
berdiri sebanyak 66 buah Madrasah Nahdlatu Wathan Diniah Islamiyah (NWDI) dan
Nahdlatul Banat Diniah Islamiyah (NBDI) merupakan lembaga pendidikan yang
didirikan untuk meningkatkan pendidikan umat Islam juga dalam rangka
menyebarkan ajaran serta nilai nilai keislaman di pulau Lombok. Hal ini
diharapkan mampu mengurangi kebodohan dan keterbelakangan yang melanda sebagian
besar kaum muda Sasak.
sejarah pendirian NWDI dan NBDI
tidak luput dari gangguan dan rintangan baik dari internal masyarakat dan
eksternal pada saat itu yakni kuatnya tekanan pemerintah kolonial untuk menutup
dan membubarkan segala bentuk model pendidikan yang dihadirkan putra bangsa,
tidak terkecuali yang didirikakan oleh TGKH.M. Zainuddin Abdul Majid karena
madrasah adalah salah satu wadah yang digunakan untuk menanamkan nilai semangat
perjuangan dalam hal ini kemerdekaan terhadap segala bentuk penjajahan
gerombolan colonial, Serta menumbuhkan sikap patriotisme dan pantang mundur
menentang kolonialisme.
Karena itu, keberadaan madrasah
NWDI dan NBDI yang didirikan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid kerap
dipersoalkan pemerinah kolonial Belanda maupun Jepang. Bahkan dua madrasah ini
sempat ditutup di masa penjajahan Jepang Kolonial karena mereka menilai
pelajaran bahasa Arab dan bahasa Inggris di madrasah NWDI dapat menjadi kunci
untuk mengetahui kelemahan pihak kolonial.
Selain itu, Jepang juga menganggap madrasah dijadikan tempat menyusun strategi dan taktik melawan kolonial. Sehingga Jepang meminta pelajaran kedua bahasa tersebut dihapuskan, dan melakukan pengawasan yang ketat di madrasah. Tapi TGKH Muhammad Zainuddin menolak. Ia tetap mempertahankan pelajaran bahasa Arab dan Inggris dengan kemampuan taktik diplomasi dan argumentasi yang mumpuni bahwa bahasa Arab adalah bahasa Alquran, dan bahasa Inggris sebagai bahasa dunia dan Madrasah juga dijadikan hanya tempat mendidik calon penghulu dan imam yang berfungsi mengurus peribadatan dan perkawinan umat Islam semata. Mendengar penjelasan itu, pemerintah kolonial Jepang mengirim laporan ke atasannya di Singaraja Bali. Tidak lama kemudian, terbit surat keputusan bahwa NWDI diberikan tetap buka dengan syarat nama madrasah diubah menjadi sekolah penghulu dan imam.
E.
Gerakan
Dakwah
Kunci
kesuksesan Tuan Guru Kiyai Haji Zainuddin, dalam membangun dan mengembangkan
Nahdlatul Wathan adalah kemampuannya dalam mengintegrasikan budaya, seni,
pendidikan dan politik dalam dakwahnya. Hal ini merupakan terobosan besar pada
masanya karena masyarakat Lombok secara umum termasuk tokoh agama dan adat
terjebak dalam budaya Ortodok. Mereka tidak mampu mendialogkan dan
mensinergikan ketiga bidang tersebut, bahkan tidak jarang konflik dan kekerasan
muncul karena pilihan-pilihan media dan metode yang digunakan bertentangan
dengan tradisi lokal.
Islam
di Lombok dalam sejarah dibawa oleh keturunan dari Sunan Giri yaitu Sunan
Prapen pada abad ke-15 ketika kerajaan Islam mulai eksis di pulau Jawa. Pendapat
lain mengatakan bahwa proses masuknya Islam di Lombok dibawa oleh Ghaus
Abdurrazzaq dari Baghdad.[15] Runtuhnya
kerajaan Majapahit dan berdirinya kerajaan Islam memberi ruang yang lebih luas
untuk penyebaran agama Islam. Kekuatan politik dan ekonomi dari kerajaan Islam
memfasilitasi para wali untuk menyebarkan Islam ke seluruh kepulauan Nusantara.
Penyebaran Islam memiliki dinamika yang berbeda-beda di setiap daerah. Sebagian
daerah masyarakatnya dengan mudah menerima dan sebagian menolak bahkan
menentang masuknya pemahaman yang diklaim baru karena dominasi ideologi Hindu,
Buddha dan kepercayaan lokal pada waktu itu.
Lombok
memiliki keunikan sendiri ketika terjadi Islamisasi oleh para muballigh dari
Jawa, di mana pertentangan adat dan praktik keagamaan cukup alot. Tawar menawar
kekuasaan juga menjadi isu ketika Islam mulai merambah gumi Sasak. Masya
rakat
khawatir jika Islam dapat merusak local wisdom dan praktik-praktik ritual yang
telah berkembang dan diwarisi secara turun temurun. Keberadaan agama baru ini
juga dapat mengubah sturuktur sosial, kekuasaan dan sistem politik kerajaan di
masyarakat. Walaupun berhasil melakukan negosiasi dengan tokoh-tokoh lokal
untuk tujuan penyebaran Islam secara damai, bukan invasi politik, akan tetapi
perkembangan Islam mengalami stagnasi karena gesekan dan pertentangan praktik
kepercayaan lokal Wetu Telu dan agama yang belum tuntas.
Kehadiran
TGH. Zainuddin di awal abad ke-20 membawa pendekatan baru dalam proses
Islamisasi di Lombok. Peran TGH. Zainuddin sebagai tokoh baru memberikan
perubahan yang signifikan di masyarakat. Dia mampu memobilisasi massa dalam
jumlah besar secara konsisten baik untuk pembangunan tempat pendidikan, ibadah
maupun ritual keagamaan. Setiap pengajiannya tidak pernah sepi, jama’ah datang
dari berbagai kampung untuk hadir di pengajiannya. Metode dan pendekatan apa
yang digunakan oleh TGH. Zainuddin sehingga mampu melakukan perubahan yang
massif terutama di bidang pendidikan dan keagamaan (Baharuddin 2007; Hamdi
2011).
TGH.
Zainuddin mampu mengintegrasikan berbagai pendekatan termasuk seni, budaya,
pendidikan dan politik di dalam dakwahnya. Skill dan potensi yang beliau miliki
juga dapat dimanfaatkan dengan baik. TGH. Zainuddin yang dikenal ahli sastra
Arab membuat lagu-lagu, sair dan pantun yang berisikan pesan moral, semangat
perjuangan dan ajaran agama. TGH. Zainuddin juga dikenal cerdas membaca
peluang, perubahan sosial dan berani membuat terobosan dan memberikan jalan
tengah untuk mengatasi masalah tersebut.
Ketika
para tokoh agama sibuk dengan sistem pesantren atau halaqoh zaman dulu, TGH.
Zainuddin justru meninggalkannya lalu membangun madrasah. Dia sadar bahwa
madrasah jauh lebih efektif, modern, sistematis dan outputnya dapat bersaing di
pasar kerja. Pesantren pada waktu itu tidak menggunakan kurikulum nasional dan
tidak memiliki ijazah. Walaupun di awal-awal banyak tantangan dan cibiran yang
dihadapi karena meninggalkan sistem pesantren, tetapi waktulah yang menjawab
kekhawatiran masyarakat pada waktu itu. Madarasah menjadi lembaga pendidikan
alternatif yang juga diadopsi oleh pemerintah. Gerakan pembangunan madrasah
inilah yang membuat nama TGH. Zainuddin semakin dikenal oleh masyarakat di
seluruh penjuru Lombok karena sebagian besar madrasah berafiliasi dan
menggunakan kata NW untuk nama akhir madrasah itu.
Keberhasilan
dakwah Islamiyah oleh TGH. Zainuddin juga karena faktor metode dan pendekatan
dakwah yang digunakan. TGH. Zainuddin yang diyakini sebagai salah satu
waliyullah di Lombok oleh para jama’ahnya[16] seringkali
mengadopsi metode Walisongo dalam berdakwah. Metode dakwah Walisongo yang
dimaksud di sini adalah menggunakan budaya lokal sebagai media transformasi
nilainilai keislaman. TGH. Zainuddin tidak mewacanakan pemurnian Islam
“Salafisasi” atau menentang praktik budaya lokal secara ekstrim tetapi
sebaliknya menggunakan praktik- praktik lokal tersebut
sebagai modal sosial dan modal kultural untuk mengembangkan ajaran Islam.
Dia
sangat akomodatif dan longgar dengan praktik budaya lokal, sebagai contoh, TGH.
Zainuddin tidak pernah menekan perempuan Sasak untuk menggunakan jilbab dalam
kesehariannya. Perempuan Sasak dalam kesehariannya biasa menggunakan handuk
atau kain kecil untuk menutupi kepala mereka, bahkan sebagian perempuan Sasak
tidak berjilbab sama sekali (Smith 2014). Bagi TGH. Zainuddin yang terpenting
adalah meereka tidak melupakan kewajiban pokok yakni shalat lima waktu. Berbeda
ketika mereka di madrasah, dia mengharuskan semua siswa menggunakan jilbab.
TGH.
Zainuddin juga seringkali menggunakan simbol-simbol lokal sebagai alat
legitimasi dakwah seperti penggunaan istilah gunung Rinjani, Dewi Anjani, Amaq
Milasih, Amaq Anom dan kerajaan Selaparang. Penggunaan nama-nama tokoh legenda
lokal yang berpengaruh seperti Dewi Anjani (putri raja Selaparang) yang
memiliki kekuatan spiritual dan diyakini mangku (penjaga) Gunung Rinjani secara
tidak langsung menguatkan posisi TGH. Zainuddin di tingkat grassroot. Masyarakat
lebih yakin lagi tentang kekuatan TGH. Zainuddin karena mampu berkomunikasi
dengan tokoh-tokoh tersebut di alam metafisika (Smith 2012).
Kultur
mistik yang kental di habitus masyarakat Lombok sangat cocok dengan wacana dan
kultur keagamaan yang dikonstruk oleh TGH. Zainuddin. Cerita tentang
peritistiwa gaib di pengajiannya menjadi daya tarik sendiri, apalagi testimoni
masyarakat tentang kekeramatan TGH. Zainuddin selalu muncul dalam pengajian.
Fenomena di atas menunjukkan kelihaian sosok TGH. Zainuddin dalam membaca
perkembangan sosial, budaya dan politik di masyarakat.
TGH. Zainuddin berhasil mengintegrasikan seluruh elemen dan modal yang terdapat di masyarakat. Integrasi agama dan praktik budaya lokal melahirkan kultur “Islam NW” yang unik, di mana sinkretisme sangat harmonis dalam kultur baru tersebut. Wajar jika adanya pandangan miring tentang kultur keagamaan Nahdlatul Wathan yang dianggap berbau syirik karena ketidakpahaman kelompok luar dalam melihat kultur keagamaan Islam Nahdlatul Wathan secara komprehensif. Inilah kekuatan Nahdlatul Wathan ketika mampu menyatukan dan mengawinkan seluruh elemen yang ada dan membuat produk baru yang bisa menarik simpati masyarakat.
F.
Kesimpulan
Indonesia
adalah bangsa yang terdiri dari banyak suku, agama, dan budaya. Tediri dari
banyakkaum dan golongan. Namun tetap satu jua seperti dalam jarghon yang sudah
familiar “Bhineka Tunggal Ika”, berbeda-beda namun tetap satu jua. Hal inilah
yang memicu semnagat untuk terus bersatu dan maju melangkah bersama dan demi
tujuan bersama juga atas dasar kepentingan bersama yang pada zaman dahulu bahu
membahu merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Banyak yang menggerakkan
kemerdekan melalui jalan jihad, sebagiannya lagi melalui jalur diplomasi. Semua
itu bermuara dalam satu tujuan yakni bagaimana terciptanya satu keadaan pribumi
adalah tuan di tanahnya sendiri.
Dewasa
ini perjuangan kemerdekaan itu tidak boleh redup harus tetap hidup dengan
gerakan-gerakan yang terus terisi dengan nilai-nilai kemajuan dan semangat gotongroyong
demi persatuan. NW sebagai organisasi yang mengambil nama Kebangkitan Tanah
Air, dalam mengisi kemerdekaan saat ini akan terus
berfastabiqulkhoirot-berlomba dalam kebaikan. Dalam dinamika politik mengusung
musyawarah sebagai jalan keluar. Dalam dinamika faham mengusung faham moderasi
beragama sebagai solusi yang tepat.
Setidaknya
ada 5 hal yang bisa di ambil dari nilai gerakan perjuangan Nahdlatul Wathan[17]:
1. Kesadaran
Beragama (Wa’yu Ad-din).
2. Kesadaran
akan pentingnya Ilmu Pengetahuan (Wa’yu Al-Ilm).
3. Kesadaran
Berorganisasi (Wa’yu Al-Nizham).
4. Kesadaran
Berjama’ah atau bermasyarakat (Wa’yu Al-Ijtima’).
5. Kesadaran
Berbangsa dan Bernegara (Wa’yu Al-Wathan).
Negara
kita berpancasila
Berketuhanan
yang maha Esa
Ummat
Islam paling setia
Tegakkan
Sila yang paling utama[18]
Hidupkan
iman hidupkan taqwa
Agar
hiduplah semua jiwa
Cinta
teguh pada agama
Cinta
kokoh pada negara[19]
Daftar
Pustaka
Adnan, Afifuddin,
(1983), Diktat Pelajaran Ke-NW-an untuk Madrasan dan Sekolah Menengah NW,
Pancor.
Achyar, M, (2007),
Hizib Nahdlatul Wathan dan Nahdlatul Banat dan Terjemahnya, Pancor, TB.
Jawahir.
Hamzanwadi, (1981),
Wasiat Renungan Masa Pengalaman Baru, Pancor : YPH PPD NW.
Masnun, (2007), Tuan
Guru KH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid (Gagasan dan Gerakan Pembaharuan Islam
di Nusa Tenggara Barat, Jakarta: Pustaka Al Miqdad.
Hamzanwadi, (1981),
Wasiat Renungan Masa Pengalaman Baru, Pancor : YPH PPD NW.
Habib, M., Zuhdi, M.,
(2012), Hizib dan Tarekat Hizib Nahdlatul Wathan Alternatif Tasawuf Modern,
Jakarta : Ponpes NW Jakarta.
Habib, Muslihan,
(2018), Kewalian dan Karomah TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid, Jakarta: Aswara,
Jamiluddin, (2002),
Biografi Tokoh Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid (Hamzanwadi),
Jakarta, Pusat Perbukuan Depdiknas.
Majid, Ma’sum Ahmad
Abdul BA. (1994), “Meneladani Kepemimpinan Hamzanwadi” (Makalah di sampaikan
pada kongres HIMMAH NW di Pancor-Lombok Timur.
Nu’man, Abdul Hayyi,
(1999), Maulanasyaikh Tuan Guru Kiyai Haji Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid, Riwayat Hidup dan Perjuangan, Lombok Timur: PB NW
Noor, M, Muslihan
Habib, M. Harfin Zuhdi, (2014), Visi Kebangsaan Religius, Refleksi Pemikiran
dan Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid , Jakarta: Pesantren NW Jakarta
dan LPA
[1] M.
Noor, Muslihan Habib, M. Harfin Zuhdi; Visi
Kebangsaan Religius, Refleksi Pemikiran dan Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Madjid , (Jakarta: Pesantren NW Jakarta dan LPA, September 2014), Cet.
Ketiga, hal. 186.
[2] Azyumardi
Azra, pada Prolog: Nahdlatul Wathan Visi
Kebangsaan Religius, Refleksi Pemikiran dan Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Madjid , (Jakarta: Pesantren NW Jakarta dan LPA, September 2014), Cet.
Ketiga, hal. xxiii.
[3] Lihat
Wasiat Renungan Masa Karya Kiyai HAMZANWADI, Bagian 1. Bait ke-78.
[4]
Azaz NW jangan diubah
Sepanjang masa sepanjang sanah
Sunnah Jama’ah dalam ‘aqidah
Mazhab Syafi’I dalam Syari’ah…Lihat Wasiat Renungan
Masa Karya Kiyai HAMZANWADI, Bagian 2. Bait ke-40.
[5] Lihat
Wasiat Renungan Masa Karya Kiyai HAMZANWADI, Bagian 1. Bait ke-123.
[6]
Nama lengkapnya adalah Abu Ahmad Hasan bin Muhammad bin 'Abbas bin' Ali bin
'Abdul Wahid al-Masyath al-Makki al-Maliki . Dilahirkan di Makkah pada 3
Syawwal 1317H. beliau merupakan Guru Besar dan Utama, Lihat Buku Wasiat
renungan masa Kiyai HAMZANWADI, bagian 1. Bait 48.
[7] Akan
di bahas husus tentang NWDI dan NBDI pada pembahasan selanjutnya, karena dua
madrasah ini sebagai latarbelakang di bentuknya Organisasi NW.
[8]
Tim penyusun pendidikan Hamzanwadi, Pondok Pesantren Darun Nahdlatain NW
Pancor, hal. 21.
[9] Lihat
video langsung: https://www.youtube.com/watch?v=TBh8wLwLXm0&t=3237s
[10]
Abdul Hayyi Nu’man, Maulanasyaikh Tuan Guru Kiyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul
Madjid, Riwayat Hidup dan Perjuangan, (Lombok Timur: PB NW, 1999) hal. 74.
[11] M.
Noor, Muslihan Habib, M. Harfin Zuhdi; Visi
Kebangsaan Religius, Refleksi Pemikiran dan Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Madjid , (Jakarta: Pesantren NW Jakarta dan LPA, September 2014), Cet.
Ketiga, hal. 164.
[12]
Tim Dewan Harian Angkatan 45, Cabang Lombok Timur, hal. 7.
[13] M.
Noor, Muslihan Habib, M. Harfin Zuhdi; Visi Kebangsaan Religius, Refleksi
Pemikiran dan Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid , (Jakarta: Pesantren
NW Jakarta dan LPA, September 2014), Cet. Ketiga, hal. 181.
[14]
Afifuddin Adnan, Diktat Pelajaran Ke-NW-an untuk Madrasan dan Sekolah Menengah
NW, (Pancor: 1983).
[15] Artikel
ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sejarah Masuknya Islam di
Lombok", Klik untuk baca:
https://www.kompas.com/stori/read/2021/07/16/130000679/sejarah-masuknya-islam-di-lombok?page=all.
[16]
Muslihan Habib, Kewalian dan Karomah TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid, (Jakarta:
Aswara, 2018).
[17]
Ma’sum Ahmad Abdul Majid, BA., “Meneladani Kepemimpinan Hamzanwadi” (Makalah di
sampaikan pada kongres HIMMAH NW di Pancor-Lombok Timur, 14 Mei 1994).
[18]
TGKH. M. Zainuudin, Wasiat Renungan Masa (Pancor: 7 Oktober 1981), bait 44.
[19] TGKH.
M. Zainuudin, Wasiat Renungan Masa (Pancor: 7 Oktober 1981), bait 68.
Komentar
Posting Komentar