Ilmu Sosial dan Kehidupan

Teori Balance Scorecard

Gambar
Dalam dunia manajemen strategis, pengukuran kinerja organisasi telah lama didominasi oleh indikator keuangan seperti laba, ROI, dan arus kas. Namun, pendekatan ini terbukti tidak cukup untuk menangkap dinamika dan kompleksitas organisasi modern. Sebagai solusi, Kaplan dan Norton memperkenalkan Balanced Scorecard (BSC), sebuah sistem pengukuran kinerja yang menyelaraskan visi dan strategi organisasi dengan indikator operasional yang lebih luas. BSC mengusung empat perspektif utama: 1. Perspektif Keuangan – Menilai keberhasilan organisasi dalam menciptakan nilai ekonomi bagi pemegang saham. 2. Perspektif Pelanggan – Mengukur kepuasan, loyalitas, dan persepsi pelanggan terhadap produk atau layanan. 3. Perspektif Proses Internal – Mengevaluasi efisiensi dan efektivitas proses bisnis yang mendukung pencapaian strategi. 4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan – Menyoroti kapabilitas sumber daya manusia, sistem informasi, dan budaya organisasi dalam mendukung inovasi dan perbai...

Akad Kerjasama Mudharabah Dan Musyarakah

 


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ

 اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.” (Q.S. An-nisa’ [4]: 29).[1]

Memakan harta orang lain atau mengambil hak orang dengan jalan yang batil adalah sesuatu yang di larang dan di haramkan dalam agama Islam.[2] Karena hal tersebut dapat merugikan orang lain dan akan timbul kerusakan dalam suatu tatanan kehidupan bermasyarakat.

Seperti yang Allah firmankan dalam Quran surat an-nisa tersebut, menjelaskan bahwa tidak boleh saling memakan harta dengan jalan batil atau tidak benar dan diperbolehkan melalui jual beli, kerjasama dengan akad tertentu, dan sejenisnya.

 

وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ

“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”(Q.S. Al-baqarah [2]: 275).[3]

Hukum-hukum yang telah digariskan secara terang benderang dalam surat Alquran maupun Al-hadits menunjukkan bahwa betapa hukum-hukum tersebut menjaga ketertiban dalam berkehidupan di dunia lebih-lebih demi keselamatan di hari kelak.

Pada pembahasan berikut, akan kami uraikan berdasarkan ayat di atas yakni tentang apa itu akad kerjasama, pengertian, dan macam-macam Mudharabah dan Musyarakah.

Kerjasama atau Syirkah menurut bahasa berarti Al-ikhtilaf yang artinya campur atau percampuran.[4]

Hendi Suhendi memaparkaan di bukunya Fikih Mu’amalah, Taqiyyuddin berpendapat bahwa Syirkah iyalah: seorang mencampuri hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk di bedakan..

Sedangkan menurut Sayyid Sabiq, Syirkah adalah akad antara dua orang yang berserikat pada pokok harta atau modal.

Muhammad As-syarbini Al-khathib juga memaparkan bahwa Sirkah adalah ketetapan hak pada sesuatu untuk dua orang atau lebih dengan cara yang masyhur.

Yang menjadi dasar hukum yakni hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abi Hurairah. Beliau bersabda:

“Aku jadi yang ketiga antara dua orang yang berserikat selama yang satu tidak khianat kepada yang lainnya apabila yang satu berkhianat kepada pihak yang lain maka keluarlah aku darinya.”[5]

Dari sekian pendapat diatas kita dapat simpulkan bahwa Syirkah atau Akad kerjasama Iyalah, satu keadaan yang di mana ada dua orang yang sama-sama memiliki harta bercampur dan sulit di bedakan, proses percampurannya di ketahui, sehingga terjadinya proses kerjasama yang tujuannya sama-sama saling menguntungkan satu sama lain.

B.     Rukun dan Syarat Akad Kerjasama

Kerjasama atau Syirkah menurut ahli fiqih ada perbedaan pendapat. Yang pertama dari Imam Hanafi menjelaskan rukun Syirkah itu ada dua hanya Ijab dan Kabul.[6] Adapun ulama yang lain menjelaskan bahwa Syirkah seperti dua pihak yang berakad dan harta berada diluar pembahasan akad, seperti dalam akad jual beli.[7]

Kerjasama menurut Imam Hanafi, yang dikutip oleh Hendi Suhendi dalam bukunya Fiqih Muamalah ada 4 syarat yang berhubungan dengannya, sebagai berikut:

1.      Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk Syirkah baik dengan harta maupun dengan yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat yaitu: a) yang berkenaan dengan benda, yaitu yang diadakan harus dapat diterima sebagai perwakilan, b) yang berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus jelas dan dapat diketahui dua pihak, misalnya setengah, sepertiga, dan lainnya

2.      Sesuatu yang bertalian dengan Syirkah mal atau harta. Dalam hal ini terdapat dua perkara yang harus dipenuhi yaitu: a) bahwa modal yang dijadikan objek akad adalah dari alat pembayaran. Seperti Riyal dan rupiah, b)  yang dijadikan modal ada ketika akad syirkah dilakukan baik jumlahnya sama maupun berbeda.

3.      Sesuatu yang bertalian dengan Syarikat mufawadhah, bahwa dalam mufawadhah disyaratkan: a) modal atau pokok harta harus sama, b) bagi yang bersyirkah ahli untuk kafalah, c) bagi yang dijadikan objek akad disyaratkan syirkah umum, yakni pada semua macam jual beli atau perdagangan.

4.      Adapun syarat yang bertalian dengan Syirkah Inan sama dengan syarat-syarat syirkah mufawadhah.

Menurut malikiyah syarat-syarat yang bertalian dengan orang yang melakukan akad ialah Merdeka, balig, dan pintar. Sedangkan ulama’ Syafi'iyah berpendapat bahwa syirkah yang sah hukumnya hanyalah syirkah Inan Sedangkan sirkah yang lainnya batal. 

A.    Macam-Macam Syirkah

Secara garis besar Syirkah di bagi menjadi dua bagian, yakni Syirkah imlak (perkongsian ikhtiar dan ijbar) dan Syirkah Uqud.[8]

Secara terperinci di jelaskan Syirkah dibagi menjadi 8, sebagai berikut:[9]

1.   Syirkah bilmal, yakni: kesepakatan dua orang atau lebih untuk menyerahkan harta mereka masing-masing supaya memperoleh hasil dengan cara mengelola harta itu, bagi setiap yang berserikat memperoleh bagian yang ditentukan dari keuntungan.

2.   Syirkah Al wujuh, yakni: dua orang berserikat, dan mereka tidak ada harta di dalamnya, tetapi keduanya sama-sama berusaha.

3.   Syirkah Al wujuh Mufawwadah, yakni keduanya masuk ahli kafalah dan dalam pembelian masing-masing setengah.

4.    Syirkah Wujuh Ain, yaitu: sesuatu dari ikatan-ikatan yang berkeseimbangan seolah-olah bukan ahli kafalah atau seperti tak ada kelebihan bagi penjual dan pembeli.

5.   Syirkah Al-irts, Yakni: berkumpulnya para pewaris dalam memiliki benda dengan cara pewarisan.

6.   Syirkah Al-gonimah, yakni: berkumpulnya para tentara dalam pemilikan ghanimah.

7.   Syirkah Mutaba ‘ain Syai’a Bainahuma, yakni: dua orang atau lebih berkumpul dalam pembelian rumah dan yang lainnya.

8.   Syirkah Al-amal, yaitu: berkumpulnya dua orang atau lebih dalam pemilikan barang dengan waris pembelian, pemberian atau yang lainnya.

Dari sekian pembagian macam-macam sirkah tersebut ada beberapa model syirkah, contohnya syirkah bilmall yang paling sering kita temukan yang di praktikkan di masyarakat maupun di instansi tertentu. Karena dengan harta atau uang atau mall akan mudah merencanakan dan mengadakan satu kesepakatan untuk sama-sama memperoleh laba yang bisa di bagi antara pemodal dan pekerja.

B.     Pengertian Mudharabah

Mudharabah secara bahasa berasal dari kata Ad-darbu yang berartikan memukul. Mudharabah juga dapat diartikan sebagai proses seseorang melangkahkan kakinya dalam melaksanakan usahanya.[10]

Mudharabah atau qirad bagian dari salah satu bentuk perjanjian kerja sama, sedangkan istilah mudharabah biasa digunakan orang Irak sedangkan kata qirod sering digunakan oleh orang hijaz, akan tetapi maksud dari keduanya yaitu sama. Pengertian menurut fuqaha, yaitu pemilik saham menyerahkan sahamnya kepada pekerja atau penguasa untuk mengembangkan atau memperdagangkan hasil dari keuntungannya dibagi di antara keduanya dengan kesepakatan bersama.[11]

Kegiatan mudharabah ini secara praktik adalah janjian kerjasama antara pemilik modal dan pengelola dan nanti hasil dari itu dibagi sesuai kesepakatan antara keduanya. Apabila dalam prosesnya mengalami kerugian dan itu sebabnya bukan dari kelalaian pengelola, dan jika perjanjian awal pemilik modal yang akan menanggung kerugian, maka seluruh kerugian di tanggung oleh pemilik modal. Namun apabila kerugian terjadi akibat dari kelalaian pengelola maka semua kerugian ditanggung oleh pengelola tersebut.

B.     Rukun dan Macam-Macam Mudharabah

Para Ulama’ berbeda tentang rukun dan syarat mudharabah. Dari ulama Hanafiah, mudharabah itu rukunnya dibagi dua yaitu: Ijab/pernyataan pemberi saham dan yang kedua adalah kabul, yaitu pernyataan penerima saham atau pengelola. Perjanjian itu memenuhi syarat apabila diantara keduanya sudah mengucapkan.[12]

Menurut ulama yang lain rukun Mudharabah itu ada 3, yang pertama: Aqidain yaitu dua orang yang berjanji, kedua: Ma’qud Alaih ya’itu saham atau modal, yang ketiga: Sighah ya’itu: pernyataan Ijab dan Qabul dari kedua belah pihak. Ulama Syafi'iyah menjelaskan rukun mudharabah ada 5 unsur. Pertama Aqidain, yakni dua orang yang melakukan perjanjian, kedua Mall atau saham, ketiga amal atau usaha yang dikelola, keempat laba atau hasil, dan yang kelima sigoh atau pelafalan Ijab dan Qabul dari kedua belah pihak.

Terkait pendapat beberapa ulama di atas ada beberapa syarat yang harus terpenuhi:

1.   Aqidain (dua orang yang melakukan perjanjian) harus cakap.

Orang yang yang melakukan akad atau perjanjian haruslah cakap bertindak secara hukum dan cakap diangkat sebagai wakil, karena satu posisi orang yang akan mengelola saham adalah wakil dari pemilik saham itu. sebabnya syarat-syarat seorang wakil berlaku bagi pengelola saham dalam transaksi mudharabah.

2.   Mall (harta/modal).

Harus diketahui dengan jelas agar dapat dibedakan antara saham yang diperdagangkan dengan keuntungan dari perdagangan yang akan dibagikan kepada kedua belah pihak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Saham atau modal boleh berupa harta yang tidak bergerak, seperti tempat usaha, tidak boleh berupa hutang.

3.   Amal (usaha yang dikelola).

Amal yang dikelola yang dikelola tidak bertentangan dengan ukum islam misalnya usaha tempat judi, minuman yang memabukkan, narkoba dan obat-obat terlarang dan jenis usaha lain yang merugikan bagi kehidupan manusia.

4.   Ar-ribhu (laba/keuntungan).

Laba atau keuntungan keuntungan akan menjadi pemilik bersama dan dibagi sesuai dengan kesepakatan di awal perjanjian apabila pembagian keuntungan tidak jelas menurut ulama hanafi ah perjanjian tersebut rusak atau batal.

5.   Sigoh (kalimat perjanjian).

Sigoh merupakan pernyataan ijab dan qabul dari kedua belah pihak untuk melaksanakan usaha baik dalam bentuk lisan dan tulisan.

Secara umum macam-macam Mudharabah juga dibagi menjadi dua bagian, yang pertama: Mudharabah Multaqoh, yakni: bentuk kerjasama antara pemilik saham dengan pihak pekerja atau pengusaha, bentuk usahanya tidak ditentukan dan tidak dibatasi oleh pemilik saham. Sedangkan hasil dari usaha tersebut akan dibagi bersama sesuai kesepakatan. Yang kedua: Mudharabah Muqoyyad, yakni: bentuk kerjasama antara pemilik saham dengan pekerja atau pengusaha dan bentuk usahanya ditentukan dan dibatasi oleh pemilik modal. Contoh: pembukaan alfamart yang isi penjualan semua di tentukan oleh pemilik modal pihak pengelola hanya menjual.

Berakhirnya Mudharabah menurut ulamak fikih, disebabkan beberapa hal, yang pertama: Salah satu pihak menyatakan batal atau pelaksana pekerja dilarang bertindak hukum terhadap saham yang diberikan dan pemilik saham menarik sahamnya. Yang kedua: Salah seorang yang melaksanakan perjanjian meninggal. Jumhur ulama berpendapat bahwa Mudharabah batal apabila salah seorang meninggal dunia baik pemilik saham maupun pekerja, karena perjanjian mudharabah sama dengan perjanjian wakalah atau perwakilan yang gugur disebabkan meninggalnya orang yang mewakili kan.[13]

C.    Pengertian Musyarakah

Musyarokah secara bahasa berarti percampuran. Yakni percampuran antara salah satu dari dua harta dengan lainnya, tanpa dibedakan antara keduanya. Istilah Musyarakah juga dalam pembahasan hukum positif terkenal dengan sebutan perseroan.

Menurut ulama Fiqih, Musyarakah dapat diartikan sebagai berikut:[14]

1.      Menurut ulama Hanafiyah, Musyarakah adalah perjanjian antara dua orang yang melakukan kerjasama pada harta pokok dan keuntungan.

2.      Menurut ulama malikiyah, Masyarakat adalah perjanjian yang dilaksanakan antara dua orang atau lebih dengan dasar saling tolong-menolong dalam sebuah usaha dan keuntungannya akan dibagi bersama.

3.      Menurut Syafi'iyah: mMsyarakah adalah kesepakatan hak atau saham yang dimiliki oleh dua orang atau lebih dengan cara yang sudah berlaku.

4.      Menurut ulama Hambaliyah: Musyarakah merupakan perkumpulan/ perkongsian hak atau harta bersama.

B.     Rukun Musyarakah dan Macam-macam musyarakah

Rukun merupakan suatu keharusan seseorang dalam melaksanakan sebuah perjanjian. Ulama’ berbeda pendapat tentang rukun-rukun musyarakah. Menurut ulama’ Hanafiyah rukun musyarakah ada 1 hal, yakni Sigah (Ijab dan Kabul). Sedangkan menurut jumhur ulama yang lain, rukun musyarokah itu meliputi 2 hal, yakni Sigah dan Objek.

Adanaya perbedaan pendapat tentang rukun musyarakah menuntut kita memilih sesuai dengan pemahaman yang sudah berjalan di masyarakat.

Secara garis besar ada dua macam Musyarokah, yakni Musyarokah Al-milk (perserikatan dalam kepemilikan), dan yang kedua adalah Musyarakah Al-uqud (perserikatan dalam akad/kontrak).

Musyarokah Al-milk di bagi menjadi dua sebagai berikut:

1.      Ikhtiyari

Musyarokah Ikhtiyari yaitu perseroan yang muncul akibat tindakan hukum orang yang bersekutu seperti dua orang yang sepakat membeli suatu barang atau Mereka menerima harta hibah, wasiat, atau wakaf dari orang lain, kemudian kedua orang tersebut menerima pemberian hibah, wasiat, atau wakaf tersebut dan menjadi hak mereka secara bersama.

2.      Al-ijbar

Musyarakah Ijbar yaitu perseroan yang ditetapkan oleh dua orang atau lebih yang tidak didasarkan atas perbuatan keduanya seperti dua orang yang mewariskan sesuatu. Maka yang diberi waris menjadi Serikat mereka.

Hukum Kedua jenis persekutuan ini bagi seseorang yang berserikat seolah-olah sebagai orang lain. Oleh karenanya, salah seorang diantara mereka yang berserikat tidak boleh mengelola harta perserikatan nya tanpa seizin dengan serikatnya, karena keduanya tidak memiliki wewenang untuk menentukan bagian masing-masing.

Musyarakah Uqud di bagi menjadi empat sebagaiberikut:

1.      Al-inan

Musyarakah Al-inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak Memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Kedua pihak terbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati di antara mereka. Akan tetapi porsi masing-masing pihak baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil tidak harus sama dan identik Sesuai dengan kesepakatan mereka.

2.      Al-mufawadhah[15]

Musyarakah Al-mufawwadah yaitu kontrak kerjasama antara dua orang atau lebih setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama. Dengan demikian, syarat utama dari jenis musyarakah ini adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja tanggung jawab, dan beban utang dibagi oleh masing-masing pihak.

3.      Al-Abdan

Musyarakah Al-abdan yakni kontrak kerjasama antara dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan yang menjadi kesepakatan bersama. Misalnya kerjasama penjahit untuk menerima orderan pembuatan seragam pada sebuah sekolah.

4.      Al-wujud

Musyarakah al-wujud yaitu kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh setiap mitra kerja. Jenis musyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit berdasarkan pada jaminan tersebut karenanya kontrak ini biasanya disebut juga sebagai masyarakat yang di piutang.

A.    Kesimpulan

Secara garis besar akad kerjasama atau syirkah memiliki banyak perbedaan pendapat secara langsung. Sebagaimana mazhab hanafi hanya cukup dengan dua syarat dalam melakukan syirkah, sedangkan Syafi'iyah menjelaskan rukun mudharabah ada 5 unsur. Pertama Aqidain, kedua Mall, ketiga amal, keempat laba, dan yang kelima sigoh.

Sehingga dengan banyak perbedaan pendapat itu, dalam menentukan hukum di lapangan harus benar-benar mengenal. Jangan sampai hukum yang di keluarkan akan menimbulkan kegaduhan atau menimbulkan persepsi yang tidak di inginkan.

Dalam perkembangannya dari pengamalan fikih klasik hingga fikih kontemporer sekarang Syirkah inan paling dominan di pakai di kalangan masyarakat, lebih-lebih dikalangan masyarakat nusantara. Seperti investasi pembukaan mall yang membuka ruang investor dengan berapapun jumlah yang ingin diinvestor, lalu pembagian hasil nanti di bagis sesuai persentase modal yang di keluarkan oleh masing-masing investor.

Hususnya pemahaman di kalangan mazhab imam syafi’I lebih mengedepankan metode ikhtiaton/kehati-hatian dalam menentukan suatu hukum. Sehingga kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi lebih kecil peluangnya. Dan proses kerjasama bisa berjalan lebih baik dan bertahan lama.

B.     Aplikasi

Dalam pengaplikasian hendakanya harus memahami dengan benar problematika pemahaman yang berkembang sebelum menyalurkan kepada objek syirkah. Sehingga tidak ada masalah yang timbul baik di tengah berjalannya maupun di akhirnya.

DAFTAR PUSTAKA

Hafalan, Al-qur’an, (2018), Menghafal Lebih mudah 5 waktu Hafal 1 Halaman,Bandung: Cordoba.

Azzam, Abdul Aziz Muhammad, (2019),  Fikih Muamalat: Sistem Transaksi Dalam Islam, Jakarta: Amzah.

Hasanuddun, Maulana dan Jaih Mubarok, (2012), Perkembangan Akad Musyarakah Jakarta: Kencana,

Suhendi, Hendi, (2002), Fikih Mu’amalah,  Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Latifah, Latifah, (2011). Studi Komparatif terhadap Pemikiran Abu Hanifah dan Imam Syafi’I tentang Syirkah, Jurnal, IAIN Surabaya.

Anggadini, Sri Dewi, (2014),  Analisis Implementasi Syirkah pada Koprasi, Riset Akutansi: VI.

Muhammad, (2019), Manajemen Pembiyayaan Mudharabah, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Alhadi, Abu Azam, (2019), Fikih Mu’amalah Kontemporer, Depok: Rajawali Pers. 

[1] Al-qur’an Hafalan: Menghafal Lebih mudah 5 waktu Hafal 1 Halaman (Bandung: Cordoba, 2018)

[2] Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fikih Muamalat:Sistem Transaksi Dalam Islam (Jakarta: Amzah, 2019)

[3] Al-qur’an Hafalan: Menghafal Lebih mudah 5 waktu Hafal 1 Halaman, … hlm. 47.

[4] Maulana Hasanuddun dan Jaih Mubarok, Perkembangan Akad Musyarakah (Jakarta: Kencana, 2012)

[5] Hendi Suhendi, Fikih Mu’amalah,  (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002)

[6] Latifah Latifah, Studi Komparatif terhadap Pemikiran Abu Hanifah dan Imam Syafi’I tentang Syirkah, Jurnal, IAIN Surabaya, (2011).

[7] Hendi Suhendi, Fikih Mu’amalah, …hlm, 127

[8] Sri Dewi Anggadini, Analisis Implementasi Syirkah pada Koprasi, Riset akutansi: VI, (2014)

[9] Hendi Suhendi, Fikih Mu’amalah, …hlm, 129

[10] Abu Azam Alhadi, Fikih Mu’amalah Kontemporer, (Depok: Rajawali Pers, 2019).

[11] Muhammad, mengutip: Ibnu Manzur, Manajemen Pembiyayaan Mudharabah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2019).

[12] Abu Azam Alhadi, Fikih Mu’amalah Kontemporer, …hlm. 3.

[13] Abu Azam Alhadi, Fikih Mu’amalah Kontemporer, …hlm. 6.

[14] Abu Azam Alhadi, Fikih Mu’amalah Kontemporer, …hlm. 27.

[15] Maulana Hasanuddun dan Jaih Mubarok, Perkembangan Akad Musyarakah (Jakarta: Kencana, 2012)

 



Oleh: M. Hafizul Arifin

Komentar

Berbagi Info

KEAJAIBAN SIDIK JARI

Memahami Sejarah Terbentuknya Konsep dan Sistem Kebijakan Ekonomi pada masa Rasululloh dan Khulafa’urrosyidin

KEBIASAAN ITU TERPOLAKAN, BISA DIUKUR LANGSUNG

Manajemen Dakwah- Ayat-Ayat Al-qur'an yang Menyebutkan tentang Manusia

Perintah Dalam Qur'an untuk membuat rencana